SEJARAH INDONESIA-PERKEMBANGAN TEKNOLOGI-P 5

 

1.      Antara Batu dan Tulang

Peralatan ini berkembang pada zaman paleolitikum atau zaman batu tua. Zaman ini merupakan zaman yang sangat penting karena terkait dengan munculnya kehidupan baru.Kebudayaan zaman paleolitikum ini secara umum ini terbagi menjadi kebudayaan kebudayaan pacitan dan kebudayaan ngandong.

-Kebudayaan Pacitan
Kebudayaan pacitan berkembang di daerah pacitan, jawa timur. Seorang ahli, von  koeningswald dalam penelitiannya pada tahun 1935 telah menemukan beberapa hasil teknologi. Alat batu itu masih kasar, dan bentuk ujungnya agak runcing, kapak ini digunakan untuk menusuk binatang atau menggali tanah saat mencari umbi-umbian.
            -kebudayaan Ngandong
kebudayaan ini berkembang di daerah ngandong dan juga sidorejo, dekat ngawi.Di daerah ini banyak ditentukan alat-alat dari tulang.Alat- alat dari batu, bentuknya indah seperti kalsedon dan alat ini sering di sebut dengan flakke.

A. Paleolitikum
Paleolitikum atau zaman batu tua disebut demikian sebab alat-alat batu buatan manusia masih dikerjakan secara kasar, tidak diasah atau dipolis.

A. CIRI-CIRI ZAMAN PALEOLITHIKUM
1. Jenis Manusia
Berdasarkan penemuan fosil manusia purba, jenis manusia purba hidup pada zaman Paleolitikum adalah Pithecanthropus Erectus, Homo Wajakensis, Meganthropus paleojavanicus, dan Homo Soliensis.Fosil ini ditemukan di aliran sungai Bengawan Solo.

2. Kebudayaan
Berdasarkan daerah penemuannya maka alat-alat kebudayaan Paleolithikum tersebut dapat dikelompokan menjadi kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong.

a. Kebudayaan Pacitan
Pada tahun 1935, von Koenigswald menemukan alat batu dan kapak genggam di daerah Pacitan. Kapak genggam itu berbentuk kapak tetapi tidak bertangkai.Kapak ini masih dikerjakan dengan sangat kasar dan belum dihaluskan.Para ahli menyebutkan bahwa kapak itu adalah kapak penetak. Selain di Pacitan alat-alat banyak ditemukan di Progo dan Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), dan Lahat (Sumatera Utara)

b. Kebudayaan Ngandong
Para ahli berhasil menemukan alat-alat dari tulang, flakes, alat penusuk dari tanduk rusa dan ujung tombak bergigi di daerah Ngandong dan Sidoarjo. Selain itu di dekat Sangiran ditemukan alat sangat kecil dari betuan yang amat indah.Alat ini dinamakan Serbih Pilah, dan banyak ditemukan di Cabbenge (Sulawesi Selatan) yang terbuat dari batu-batu indah seperti kalsedon. Kebudayaan Ngandong juga didukung oleh penemuan lukisan pada dinding goa seperti lukisan tapak tangan berwarna merah dan babi hutan ditemukan di Goa Leang Pattae (Sulawesi Selatan)

2. Kapak Perimbas


Kapak perimbas berfungsi untuk merimbas kayu, memahat tulang dan sebagai senjata.Manusia kebudayan Pacitan adalah jenis Pithecanthropus.Alat ini juga ditemukan di Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), lahat, (Sumatra selatan), dan Goa Choukoutieen (Beijing).Alat ini paling banyak ditemukan di daerah Pacitan, Jawa Tengah sehingga oleh Ralp Von Koenigswald disebut kebudayan Pacitan.

3. Flakes


Flakes yaitu alat-alat kecil yang terbuat dari batu Chalcedon, yang dapat digunakan untuk mengupas makanan. Flakes termasuk hasil kebudayaan Ngandong sama seperti alat-alat dari tulang binatang. Kegunaan alat-alat ini pada umumnya untuk berburu, menangkap ikan, mengumpulkan ubi dan buah-buahan.

B. Mesolitikum

            Pengertian mesolitikum atau arti dari mesolitikum serta istilah mesolitikum atau Sinonim dari kata mesolitikum adalah:

me·so·li·ti·kum /mésolitikum/ n Geo masa peralihan dl zaman batu (prasejarah) antara Paleolitikum (zaman batu tua) dan Neolitikum (zaman batu baru)

A. HASIL KEBUDAYAAN MESOLITHIKUM
1. Kebudayaan Pebble (Pebble Culture)

a. Kjokkenmoddinger (Sampah Dapur)

Kjokkenmoddinger adalah istilah yang berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken artinya dapur dan modding artinya sampah jadi Kjokkenmoddinger arti sebenarnya adalah sampah dapur.Dalam kenyataan Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau tumpukan kulit kerang dan siput yang mencapai ketinggian ± 7 meter dan sudah membatu atau menjadi fosil.Kjokkenmoddinger ditemukan disepanjang pantai timur Sumatera yakni antara Langsa dan Medan.Dari bekas-bekas penemuan tersebut menunjukkan bahwa manusia purba yang hidup pada zaman ini sudah menetap. Tahun 1925 Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya banyak menemukan kapak genggam yang ternyata berbeda dengan chopper (kapak genggam Palaeolithikum).

b. Pebble (kapak genggam Sumatera = Sumateralith)


Tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya menemukan kapak genggam.Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan dengan pebble/kapak genggam Sumatra (Sumatralith) sesuai dengan lokasi penemuannya yaitu dipulau Sumatra.Bahan-bahan untuk membuat kapak tersebut berasal batu kali yang dipecah-pecah.

c. Hachecourt (kapak pendek)
Selain pebble yang diketemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan sejenis kapak tetapi bentuknya pendek (setengah lingkaran) yang disebut dengan hachecourt/kapak pendek.

d. Pipisan


Selain kapak-kapak yang ditemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan pipisan (batu-batu penggiling beserta landasannya).Batu pipisan selain dipergunakan untuk menggiling makanan juga dipergunakan untuk menghaluskan cat merah.Bahan cat merah berasal dari tanah merah.Cat merah diperkirakan digunakan untuk keperluan religius dan untuk ilmu sihir.

Kebudayaan Tulang dari Sampung (Sampung Bone Culture)


Berdasarkan alat-alat kehidupan yang ditemukan di goa lawa di Sampung (daerah Ponorogo - Madiun Jawa Timur) tahun 1928 - 1931, ditemukan alat-alat dari batu seperti ujung panah dan flakes, kapak yang sudah diasah, alat dari tulang, tanduk rusa, dan juga alat-alat dari perunggu dan besi. Oleh para arkeolog bagian terbesar dari alat-alat yang ditemukan itu adalah tulang, sehingga disebut sebagai Sampung Bone Culture.

3. Kebudayaan Flakes (Flakes Culture)

· Abris Sous Roche (Gua tempat tinggal)


Abris Sous Roche adalah goa-goa yang yang dijadikan tempat tinggal manusia purba pada zaman Mesolithikum dan berfungsi sebagai tempat perlindungan dari cuaca dan binatang buas.Penyelidikan pertama pada Abris Sous Roche dilakukan oleh Dr. Van Stein Callenfels tahun 1928-1931 di goa Lawa dekat Sampung Ponorogo Jawa Timur. Alat-alat yang ditemukan pada goa tersebut antara lain alat-alat dari batu seperti ujung panah, flakes, batu pipisan, kapak yang sudah diasah yang berasal dari zaman Mesolithikum, serta alat-alat dari tulang dan tanduk rusa.Di antara alat-alat kehidupan yang ditemukan ternyata yang paling banyak adalah alat dari tulang sehingga oleh para arkeolog disebut sebagai Sampung Bone Culture / kebudayaan tulang dari Sampung. Karena goa di Sampung tidak ditemukan Pebble ataupun kapak pendek yang merupakan inti dari kebudayaan Mesolithikum. Selain di Sampung, Abris Sous Roche juga ditemukan di daerah Besuki dan Bojonegoro Jawa Timur. Penelitian terhadap goa di Besuki dan Bojonegoro ini dilakukan oleh Van Heekeren. Di Sulawesi Selatan juga banyak ditemukan Abris Sous Roche terutama di daerah Lomoncong yaitu goa Leang Patae yang di dalamnya ditemukan flakes, ujung mata panah yang sisi-sisinya bergerigi dan pebble. Di goa tersebut didiami oleh suku Toala, sehingga oleh tokoh peneliti Fritz Sarasin dan Paul Sarasin, suku Toala yang sampai sekarang masih ada dianggap sebagai keturunan langsung penduduk Sulawesi Selatan zaman prasejarah.Untuk itu kebudayaan Abris Sous Roche di Lomoncong disebut kebudayaan Toala. Kebudayaan Toala tersebut merupakan kebudayaan Mesolithikum yang berlangsung sekitar tahun 3000 sampai 1000 SM. Selain di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, Abris Sous Roche juga ditemukan di daerah Timor dan Rote. Penelitian terhadap goa tersebut dilakukan oleh Alfred Buhler yang di dalamnya ditemukan flakes dan ujung mata panah yang terbuat dari batu indah.

B. KEBUDAYAAN BACSON-HOABINH


Kebudayaan ini ditemukan dalam gua-gua dan dalam bukit-bukit kerang di Indo-China, Siam, Malaka, dan Sumatera Timur.Alat-alat kebudayaannya terbuat dari batu kali, seperti bahewa batu giling.Pada kebudayaan ini perhatian terhadap orang meninggal dikubur di gua dan juga di bukit-bukit kerang.Beberapa mayatnya diposisikan dengan berjongkok dan diberi cat warna merah.Pemberian cat warna merah bertujuan agar dapat mengembalikan hayat kepada mereka yang masih hidup. Di Indonesia, kebudayaan ini ditemukan di bukit-bukit kerang. Hal seperti ini banyak ditemukan dari Medan sampai ke pedalaman Aceh.Bukit-bukit itu telah bergeser sejauh 5 km dari garis pantai menunjukkan bahwa dulu pernah terjadi pengangkatan lapisan-lapisan bumi.Alur masuknya kebudayaan ini sampai ke Sumatera melewati Malaka. Di Indonesia ada dua kebudayaan Bacson-Hoabinh, yakni:

1. Kebudayaan pebble dan alat-alat dari tulang yang datang ke Indonesia melalui jalur barat.

2. Kebudayaan flakes yang datang ke Indonesia melalui jalur timur.

Dengan adanya keberadaan manusia jenis Papua Melanosoide di Indonesia sebagai pendukung kebudayaan Mesolithikum, maka para arkeolog melakukan penelitian terhadap penyebaran pebble dan kapak pendek sampai ke daerah teluk Tonkin daerah asal bangsa Papua Melanosoide. Dari hasil penyelidikan tersebut, maka ditemukan pusat pebble dan kapak pendek berasal dari pegunungan Bacson dan daerah Hoabinh, di Asia Tenggara. Tetapi di daerah tersebut tidak ditemukan flakes, sedangkan di dalam Abris Sous Roche banyak ditemukan flakes bahkan di pulau Luzon (Filipina) juga ditemukan flakes. Ada kemungkinan kebudayaan flakes berasal dari daratan Asia, masuk ke Indonesia melalui Jepang, Formosa dan Filipina.

0 Response to "SEJARAH INDONESIA-PERKEMBANGAN TEKNOLOGI-P 5"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel